Balada mangrove di ujung barat Jogja

Saya adalah anggota grup whatsapp yang isinya tante-tante yang ga bisa diem saat weekend. Tante-tante yang addicted sama dolan atau sekedar berburu kuliner tradisional di sekitaran Jogja. Pada suatu hari yang cerah tante-tante ini pengen dolan ke ujung barat Jogja. Tante-tante ini pengen melihat tanaman mangrove. Maklum mangrove di Jogja itu sesuatu yang langka dan menarik, karena memang ga banyak area konservasi mangrove di sepanjang pantai selatan Yogyakarta. Sebelumnya sih kami pernah berkunjung ke konservasi mangrove lain yang ada di Baros, Bantul. Kali ini kami ingin berkunjung ke konservasi mangrove yang ada di dekat pantai Congot, Kulon Progo. Menuju ke daerah Congot dari Jogja sangatlah mudah, tinggal ikuti jalan sampai kota Wates, lalu terus ikuti jalan raya sampai plang petunjuk arah ke pantai Congot, sampai jalan Daendels. Sampai di daerah Congot kami ber gps ria a.k.a gunakan penduduk setempat untuk menanyakan lokasi mangrove. Sudah 3 kali bertanya, tidak ada yang tahu apa itu mangrove atau bakau. Tampaknya buat penduduk sekitar mereka malah belum kenal dengan bakau atau mangrove. Untung saja ketika kami bertanya untuk ke 4 kalinya, kami bertanya kepada orang yang tepat, yaitu salah satu anggota kelompok sadar wisata desa setempat. Namanya mbak Nami. Ia malah dengan senang hati mengantarkan kami ke lokasi mangrove. Ternyata eh ternyata lokasi mangrove yang ada di dusun pasir kendhit, desa jangkaran ini berada di seberang jembatan batas propinsi DIY dengan Jawa Tengah. Kami baru tahu kalau ada bagian dari DIY yang nyempil di Jawa Tengah 🙂 .

P1100020-001

Mangrove pasir kendhit atau yang lebih dikenal sebagai mangrove congot

Sore itu pengunjung mangrove pasir kendhit ramai sekali. Selain karena weekend, tampaknya gara-gara foto-foto viral tentang lokasi ini yang beredar di internet. Mbak Nami bilang ya tempat ini rame gara-gara internet :D. Dulu sih tempat ini cuma buat mancing saja. Sekarang para remaja suka ke sini hanya untuk foto-foto dengan berbagai pose :). Tapi karena banyaknya pengunjung ini, membuat warga desa setempat tambah pemasukan dari parkir dan warung. Kami kemudian duduk di jembatan bambu yang tampak seram untuk dilewati. Sambil duduk-duduk kami ngobrol dan memperhatikan para pemancing ikan yang jumlahnya puluhan. Mbak Nami bilang sungai kecil yang pinggiranya ditanami mangrove ini dinamakan sungai Gadjah Mada karena sudah sejak lama dikelola oleh UGM. Mangrove-mangrove ini juga ditanam oleh UGM sejak tahun 1995. Meskipun tanaman mangrovenya belum lebat, kawasan ini membuat banyak ikan air payau betah berkembang biak, jadi para pemancing ikan juga betah berlama-lama di sini. Salah satu potensi wisata mancing yang ada di Jogja :). Saya jadi membayangkan kalau mangrovenya sudah lebat pasti nanti akan banyak kepiting bakau nan lezat seperti di Papua 🙂 . Katanya sih nanti akan ditanami lebih banyak mangrove lagi dan dijadikan kawasan konservasi mangrove yang lebih luas. Mbak Nami juga bercerita kalau di pinggiran sungai besar Bogowonto antara DIY dan Jawa Tengah juga dulu pernah ditanami banyak mangrove , sayangnya tak banyak yang bertahan karena tergerus arus sungai.

P1100030-001

Sunset @ mangrove congot

Kami lalu diajak jalan-jalan ke lokasi lain di kawasan ini, dari kejauhan masih tampak tanaman mangrove yang berjejeran di sepanjang sungai Gadjah Mada. Seandainya ada perahu getek asyik juga mengarungi mangrove dengan perahu. Ada banyak tumbuhan-tumbuhan liar yang konon katanya bisa dimakan, salah satunya adalah buah-buahan yang katanya rasanya mirip markisa. Dan saya lupa nama buahnya. Duh! Di kawasan ini juga banyak ditumbuhi pandan laut yang dulu sering dimanfaatkan warga untuk membuat tikar. Sekarang sih sudah jarang yang membuat tikar dari daun ini. Mbak Nami juga memperlihatkan tanaman payau lain yang konon dulu banyak sekali di kawasan ini tetapi sudah hampir punah. Ternyata itu adalah pohon nipah.  Bakalan asyik juga nih kalau di daerah ini banyak ditumbuhi nipah lagi, selain untuk menahan ombak, buahnya kan bisa dibikin es. Karena sudah menjelang senja kami memutuskan untuk meninggalkan pasir kendhit. Nah, karena kami barengan sama anggota pokdarwis , jadinya kami ga boleh bayar parkir deh :). Perjalanan sore hari itu akhirnya berakhir dengan membeli oleh-oleh khas Kulon Progo yaitu telur asin rasa soto buatan Mbak nami dan kelompoknya. Lalu sebelum pulang kami juga menyempatkan diri berkuliner ria di warung sea food Yu Sum yang juga berada di daerah Congot di pinggir jalan Daendels. Jogja meskipun sampai di ujung, masih menyimpan tempat-tempat menarik yang bisa dikunjungi sekedar untuk berwisata dan refreshing. Next weekend tante-tante ini mau ke mana lagi ya?

P1100026-001

Nah buah ini ada yang tahu namanya?

P1100032

Seafood yummy di warung yu sum congot

Lokasi mangrove congot di google map :

9 Komentar

Filed under Keliling Indonesia

9 responses to “Balada mangrove di ujung barat Jogja

  1. ngga nyagka jogja punya wisata mangrove … hebat
    kompit banget deh kalau begitu .. wisata pantai jogja ; pasir, karang sampai mangrove

  2. sekarang sudah rame ya mbak? malah belum kesampaian kesini udah harus meninggalkan jogja..
    btw pesat juga ya publikasinya, soalnya saya sebelumnya lebih mengenal mangrove baros dibanding mangrove congot, eh tapi sekarang baros belum seheboh congot.. 😀

    • Di Jogja kalau ada foto viral biasanya mbregudhuk langsung rame 😀 . Kayaknya yang bikin rame karena ada jembatan bambunya itu, banyak yang selfie di sana hehehehe

  3. waahh ada hutan mangrove juga di Jogja. Haduh jangankan Jogja, hutan mangrove di Jakarta aja belum ke sana nih 😦
    ada direction detail nya kah utk ke mangrove sana?

    • Di Jogja ada tiga mangrove baros, mangrove congot dan mangrove trisik. Belum selebat Jakarta sih, masih baru ditanemin. Itu udah aku insert google map di bawah postingan 🙂 . Kalau yang paling dekat kota Jogja ya mangrove baros, di google map juga ada.

Tinggalkan Balasan ke kelanakecil Batalkan balasan