a lovely Venice of Germany called Tubingen
Sebelum menginjakkan kaki di negara ini, saya kira destinasi jalan-jalan di Jerman hanya itu-itu saja. Tidak seperti negara tetangganya, seperti Perancis, Italia atau Spanyol yang destinasi jalan-jalannya banyak banget dan sering menjadi tujuan utama traveler-traveler Indonesia. Sebelumnya saya hanya tahu Berlin, Hamburg, Munich, Frankfurt, Kastil Neuschwanstein, atau Dresden saja. Ternyata kota-kota kecil di banyak penjuru Jerman itu juga ga kalah cantik dibandingkan dengan negara-negara tetangga, kalau kita mau mencari tahu lebih jauh. Seperti yang saya bilang di postingan sebelumnya, tujuan utama saya dan suami ke Jerman adalah untuk menyambangi teman saya tak jauh dari Stuttgart, yaitu di kota Esslingen am Neckar. Awalnya kami agak bingung juga mau ke mana lagi yaa setelah mengunjungi teman. Sedangkan kami ga mau jauh-jauh dari kota Stuttgart , karena penerbangan pulang-pergi kami adalah dari airport Stuttgart. Daaaan kami ga tertarik untuk jalan-jalan di kota Suttgart selama 3 hari. Alasan kami yaa subyektif saja, sekedar ga tertarik dan kotanya terlalu metropolitan. Galaaw bingiit ga sih kitaaahh ?
A chilling corner in Tubingen
Saya kemudian googling lebih lanjut sambil bertanya kepada teman saya tentang destinasi liburan ga jauh dari Stuttgart. Ternyata banyak lho sodara-sodara, kota-kota kecil dan destinasi-destinasi cantik ga jauh dari Stuttgart. Pilihan saya dan suami saya akhirnya jatuh ke kota Tübingen. Mengapa kota Tübingen ? Kami tertarik karena kotanya bisa dijelajahi by walking distance saja dan dari google image search, kota ini kelihatan menarik dengan bangunan-bangunan kuno warna-warni. Meningatkan kami akan kota Colmar di Perancis. Kota kecil seperti ini, menurut kami suasananya lebih cozy dan rileks. Selain itu, dari Tubingen, kami bisa dengan mudah jalan-jalan ke kastil Hohenzollern, yang sudah saya ceritakan di postingan sebelumnya. Kami menuju ke Tübingen dengan kereta IRE dari kota Esslingen Am Neckar, dengan membayar 9 euro per orang. Di kota Tübingen ga banyak hotel dan kami sama sekali ga nemu hostel di sana. Harga hotel atau sewa apartemen lewat buking dot kom mahal-mahal seperti di Paris 😦 . Kami mendapatkan tempat menginap murah 35 euro per malam lewat airbnb yang disewakan oleh pelajar setempat. Oya Tübingen ini adalah kota pelajar karena ada beberapa kampus perguruan tinggi di sini.
Boating trip in Tubingen
Hari pertama di kota ini kami habiskan untuk jalan-jalan keliling kota dan naik perahu kayu getek ala kota ini. Perahu ini dalam bahasa Jerman disebut dengan stocherkähne atau punt dalam bahasa Inggris, karena dasar perahunya rata. Kota dengan sungai neckar mengalir di tengahnya ini sering disebut sebagai “Little Venice of Germany” . Para wisatawan ke kota ini kebanyakan karena ingin berperahu mengarungi sungai neckar. Sejarah perahu ini sendiri sudah ada dari ratusan tahun silam. Perahu stocherkähne , awalnya digunakan sebagai alat transportasi masyarakat. Kemudian lama-kelamaan masyarakat setempat mengadakan lomba, kompetisi serta festival dengan perahu ini. Meskipun kami ga datang pas festival, siang itu ramai sekali dengan perahu. Suasana sungai menjadi sangat hidup. Bahkan ada perahu yang disewa khusus untuk menjadi panggung musik jazz live di tengah sungai! Dermaga perahu ini berada tak jauh dari eberhardsbrücke, jembatan utama kota ini. Dari jembatan ini, pemandangan sungai neckar dan kota Tübingen terlihat cantiiik banget. Kami membayar 7 euro per orang untuk perjalanan selama 1,5 jam mengarungi sungai neckar. Lama banget ga sih? Kebetulan pendayung getek kami adalah adek-adek ganteng mahasiswa setempat. Banyak dari mahasiswa-mahasiswa ini yang bekerja paruh waktu sebagai pendayung perahu saat hari libur. Sungai neckar yang kami arungi selama berperahu tampak bersih meskipun warnanya hijau karena lumut. Sesekali kami bisa melihat ikan-ikan berenang bebas. Angsa dan bebek-bebek sungai juga terlihat bermain menyusuri sungai.
Floating music performance in the neckar river, Tubingen
Selfie on the boat
The boat driver use a long stick to move the boat
Setelah puas berperahu, kami muter-muter kota. Kami menyusuri jalan-jalan batu yang usianya sudah berabad-abad lamanya, sambil tak henti-hentinya terkagum-kagum sama bangunan-bangunan di seluruh penjuru kota ini. Kebanyakan bangunannya adalah peninggalan abad pertengahan dengan kayu yang melintang-lintang di dinding-dindingnya. Selain itu bangunan-bangunan di kota ini dicat warna-warni menambah suasana kota semakin terasa ceria. Yah kota ini memang mirip-miriplah dengan Colmar, Perancis atau Esslingen Am Neckar yang kami kunjungi sehari sebelumnya. Hanya saja dengan suasana dan ciri khas lain yang berbeda. Di kota ini turisnya lebih jarang, kebanyakan hanya wisatawan lokal dari Jerman saja. Jadi orang asia seperti saya, jarang terlihat di jalan 😀 . Kota yang hanya berjarak 13 km dari pegunungan alpen swabia ini, konon sejarahnya sudah dimulai ratusan tahun sebelum masehi. Kota ini juga dilewati oleh peradaban romawi yang meninggalkan jejak berupa tembok-tembok di pinggir sungai neckar. Pada abad pertengahan kota ini berkembang pesat menjadi pusat perekonomian wilayah di sekitarnya setelah raja Jerman saat itu Henry IV , mengambil alih kastil kota ini. Setelah tahun 60-an , kota pelajar ini menjadi salah satu kota pusat pergerakan mahasiswa Jerman. Jadi jangan heran kalau pas ke kota ini pas ada demo 😀 , namanya juga mahasiswa.
Tubingen historical city hall
Bangunan dengan kayu-kayu melintang tersebar di seluruh penjuru Tubingen
Lorong-lorong kecil di Tubingen, bangunannya cantik-cantik banget
Market square of Tubingen
The other view of market square Tubingen
Ada banyak tempat-tempat menarik dan bersejarah yang bisa dikunjungi di kota ini seperti Tübingen markplatz atau market square, Tübingen town hall, Hohentübingen castle, museum etnografi, state museum, bebenhausen abbey monastery, gereja St george colligiate dan masih banyak lagi. Kami jelas ga sempat mengunjungi semuanya. Selain self walking tour ditemani peta dari tourist office setempat , karena kami ga menemukan free walking tour di kota ini, kami hanya sempat mengunjungi schloss Hohentübingen atau Tübingen castle. Itupun hanya di halamannya saja karena kami ke komplek ini pagi-pagi sekali sebelum meninggalkan kota ini. Menurut saya sih kastil ini terlihat berbeda dan lebih sederhana dari kastil-kastil yang kami kunjungi sehari sebelumnya. Bangunannya mirip rumah-rumah tradisional setempat dengan kayu-kayu melintang di temboknya, tetapi tentu saja lebih megah dan besar dengan tower-tower di ujung-ujungnya. Kastil ini berada di atas bukit Spitzerg berketinggian 372 meter. Kastil yang konon dibangun pada tahun 1078 ini merupakan istana bagi bangsawan-bangsawan yang pernah memimpin di wilayah ini sebelumnya. Sejak abad ke 18 sampai saat ini , kastil ini berada di bawah pengelolaan universitas Tübingen. Di dalam kastil ini kini terdapat museum etnografi dan pusat kebudayaan universitas.
Schloss atau castle Hohentubingen dilihat dari sungai neckar
Foto di depan gerbang utama schloss Hohentubingen
Di tengah-tengah halaman schloss hohentubingen
pemandangan kota Tubingen dari atas
Di ujung schloss hohentubingen
Selama di kota ini kami hanya sekali saja jajan makanan tradisional Jerman di restoran. Selain itu kami hanya membeli sandwich atau kebab dari kedai-kedai lokal yang dipenuhi mahasiswa 😀 . Salah satu restoran yang recommended menurut google review dengan sajian khas Jerman adalah Die Wurstküche. Jadi kami tertarik untuk makan di sini. Harga makanannya sih sekitar 10 sampai 30 euro, tapi segelas gedhe birnya jauh lebih murah daripada di Paris *yaa iyalah kan di negara peminum beer 😀 . Waktu itu saya memesan German’s schnitzel yang disajikan dengan salad kentang dan saus khusus dan suami saya memesan sejenis salad Jerman yang saya udah lupa namanya 😀 . Menurut saya sih makanan di restoran ini memang enak , mungkin karena kami udah kepalaran 😀 . Saya sendiri kan bukan ahli kuliner jadi cuma tau kalau makanan itu enak atau ga 😛 . Yang jelas, buat saya schnitzel yang saya pesan sangat bisa diterima di lidah Jawa saya. Kami berdua juga memesan dua gelas bir besar, meskipun sebenarnya kami bukan peminum bir. Kami hanya ingin merasakan saja bir Jerman khas kota ini rasanya seperti apa.
German’s chicken schnitzel di Tubingen
Perjalanan jalan-jalan musim panas kami di Jerman berakhir di kota ini, setelah beberapa hari berkeliling kota di region Baden Württemberg. Jikalau anda bingung ingin berkunjung ke mana di Jerman, kota Tübingen bisa menjadi pilihan utama, if you prefer cozy relax town with medieval atmosphere. Dan jikalau saya berkunjung ke Jerman lagi sepertinya saya ingin menjelajahi wilayah utara dengan laut baltiknya, tapi ga tau kapan yeeee. For your information untuk menuju ke kota Tübingen dari kota utama Stuttgart bisa naik kereta regional express (IRE). Dari atau ke bandara Stuttgart Flughafen tersedia bus no 828 setiap 30 menit sekali. Jarak kota ini ke bandara hanya sekitar 35 km saja.
Auf Wiedersehen Deutschland!!!!